Siasat dan gelar pasukan perang telah dikenal di kerajaan kerajaan kuno ditanah Nusantara,mulai dari jaman Mataram kuno sampai dengan jaman Mataram baru.Khusus ditanah Jawa ,hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya sejumlah relief yang tergambar disejumlah candi,seperti contoh disamping,relief yang menggambarkan seorang Senopati Agung tengah bersiap siap menaiki gajah tunggangannya,sedangkan gambar disebelahnya memperlihatkan seorang senopati dan seorang prajurit yang membawa Bendera tanda kebesaran dari pasukan yang dipimpin oleh sang senopati tersebut.
Dijaman kuno maupun pada era modern ini,biasanya siasat dan gelar pasukan perang telah dibakukan dalam sebuah aturan yang tertulis.Adapun pada jaman kerajaan kuna,siasat dan gelar pasukan perang yang terkenal ada beberapa buah.Sedangkan siasat dan gelar pasukan perang yang akan diuraikan dalam tulisan ini hanya empat siasat , yaitu :
Gelar Supit Urang,sesuai dengan namannya gelar pasukan ini menempatkan dua senopati pengapit yang memimpin pasukan dikiri dan kanan dari pasukan induk.Adapun fungsi kedua pasukan tersebut adalah bergerak dengan cepat mendahului gerak pasukan induk untuk menerobos jauh kedepan.Dan target dari pasukan ini adalah menusuk pertahanan pasukan lawan dari arah belakang.Kelemahan gelar ini adalah ,apabila kedua unit pasukan yang ada dikedua sapit udang ini gagal dalam menjalankan misinya,maka keseluruhan siasat dapat berantakan.Konon siasat ini pernah digunakan oleh Panglima Besar Soedirman ketika melawan pasukan belanda didaerah Ambarawa.
Gelar Garuda Nglayang.Seekor burung garuda yang sedang terbang melayang.Gelar ini hampir sama dengan gelar supit urang,yang menempatkan dua barisan pasukan di kanan dan kiri dari pasukan induk,namun gerak maju pasukan dilakukan secara dinamis yang sisesuaikan dengan situasi dilapangan medan pertempuran.Kendali komando tetap oleh senopati agung yang berada di pasukan induk,sedangkan gerak pasukan dikedua sayap garuda adalah menahan gerak laju pasukan lawan secara bergantian.
Gelar Dirada Meta,yang berarti gajah mengamuk.Siasat ini dilakukan dengan mengerahkan seluruh kekuatan pasukan,Pasukan induk dan pasukan pendamping akan bergerak bersama sama,maju dan maju dengan target menghancurkan lawan,karena itu dibutuhkan pasukan yang besar dan dengan kemampuan penuh serta percaya diri akan kemampuan tempur pasukannya.Dengan kata lain ,siasat perang ini menginginkan pertempuran yang singkat dan habis habisan.Sedapat mungkin menghancurkan sebanyak banyaknya pasukan musuh.Siasat ini biasanya menggetarkan nyali lawan,karena gelar ini membawa pesan ingin segera mengakiri pertempuran,menang atau hancur.Contoh penggunaan siasat ini adalah sewaktu perang Bharata Yhuda dalam cerita pewayangan,yaitu ketika Prabu Duryudana memimpin sendiri semua kekuatan pasukan kurawa pada akir pertempuran dipadang Kuru Setra.
Gelar Glatik Hanebo.Yang berarti burung glatik yang terbang menebar merusak areal pertanian.Gelar perang ini biasanya dilakukan bila seorang senopati mempunyai jumlah pasukan yang amat besar tetapi tidak terlatih dengan baik,dengan kata lain sang senopati hanya mengandalkan jumlah pasukan yang banyak,seolah olah setiap personil pasukan dibiarkan bergerak sendiri sendiri menentukan siapa yang menjadi lawan dimedan pertempuran.Contoh penggunaan siasat ini adalah dalam cerita Ramayana,yaitu ketika Prabu Rama Wijaya mengerahkan pasukan keranya untuk menghancurkan Negara Alengka Diraja.Hampir sama pola gerak pasukan dengan siasat glatik hanebo adalah gelar Samodra Rob,yang berarti gerak gelombang lautan yang sedang pasang,namun gelar ini masih agak teratur pola gerak maju pasukan,yaitu menirukan gerak gelombang laut yang datang bertubi tubi yang seolah olah tidak ada habisnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)




hidup pada jaman apa to kikelir ini ?
BalasHapusJali Merah......., jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ternyata di zaman itu orang sudah pada pinter-pinter, perlu diteladani. Oke.....!
BalasHapus